Senin, 13 Desember 2010

ASKEP BUNUH DIRI

ASKEP KELUARGA REMAJA DENGAN PERCOBAAN BUNUH DIRI
MENGGUNAKAN PENDEKATAN LIMA TUGAS POKOK KELUARGA DAN PES

PENDAHULUAN
http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com

Masa remaja adalah suatu masa transisi antara masa anak – anak dan dewasa, masa dimana terjadi perubahan-perubahan fisik, mental dan psikologis secara drastis. Karena perubahan – perubahan seperti inilah masa remaja sering disebut sebagai suatu masa kritis. Bunuh diri merupakan suatu masalah yang sering dialami. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991). Menurut Leahey dan Wrigth, 1987 menyatakan bahwa pada usia remaja bunuh diri merupakan penyebab kematian kedua dimana motivasi remaja melakukan percobaan bunuh diri yaitu 51 % masalah dengan orang tua, 30 % dengan lawan jenis, 30 % masalah sekolah dan 16 % masalah dengan saudara.
Keluarga sering menjadi sorotan utama bila remaja bermasalah. Kenyataan ini tidak bisa dipungkiri karena remaja itu sendiri merupakan bagian dari keluarga. Peran kelurga dalam membina dan mengatasi masalah remaja amatlah diperlukan.
Perawatan kesehatan pada remaja sebagai bagian dari perawatan kesehatan keluarga, juga merupakan suatu upaya dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh remaja . Pendekatan pada keluarga, diharapkan mampu untuk mengenal masalah – masalah yang terjadi pada keluarga khususnya masalah yang terjadi pada remaja, sehingga permasalahan yang ada dapat diatas secara efektif.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena remaja berada dalam keadaan stress yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptive. Selain itu bunuh diri merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan. Oleh karena itu perawat memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang dapat mencegah terjadinya bunuh diri dengan memberikan informasi kepada keluarga.

A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Bunuh diri adalah segala perbuatan seseorang yang dapat mengahiri hidupnya sendiri dalam waktu singkat. Selama tahun 1950 sampai dengan 1988 rata – rata bunuh diri pada remaja yaitu usia antara 15 dan 19 tahun (Attempt suicide, 1991).
Menurut Budi Anna Keliat, bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respons maladaptive. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

2. Pembagian.
Umumnya dibagi atas 3 yaitu berpikir bunuh diri (suicide ideation), membuat bunuh diri (gesture), dan mencoba bunuh diri (attempt). Ideation yaitu berpikir tentang atau merencanakan untuk membunuh diri. Gesture yaitu dilakukan tanpa sikap yang nyata yang menyebabkan luka serius atau kematian tetapi kemudian mengirim isyarat bahwa sesuatu telah terjadi. Sedangkan attempt adalah bermaksud terjadinya luka atau kematian. Ada juga yang mengkategorikan sebagai impulsive act, paracide, dan subintentional death.

3. Etiology.
Remaja sering dikarakteristikan dengan turmoil (suka membuat rusuh), emosional dan mood yang bervariasi. Dengan kemampuan untuk memecahkan masalah yang terbatas maka kadang – kadang remaja sulit memecahkan masalahnya terutama situasi yang mengancam dan membuatnya terpukul, seperti kematian teman, orang tua atau saudaranya. Selain itu faktor biologi, psikologi dan sosiologi juga mempengaruhi. Keluarga yang dalam keadaan krisis bisa menjadi bunuh diri pada anak remajanya bila merasa overhelmed karena krisis dan tak mampu untuk mengembalikan keseimbangan keluarganya. Faktor resiko lain adalah pada remaja dengan depresi, ketergantungan obat dan alkoholisme serta psikosis.

Menurut Hafen dan Frandsen, 1985 menyatakan bahwa penyebab bunuh diri pada remaja adalah (Budi Anna Keliat, 1991, hal. 6). :
1. Hubungan interpersonal yang tidak bermakna.
2. Sulit mempertahankan hubungan interpersonal.
3. Pelarian dari penganiayaan fisik atau pemerkosaan.
4. Perasaan tidak dimengerti orang lain.
5. Kehilangan orang yang dicintai.
6. Keadaan fisik.
7. Masalah dengan orang tua.
8. Masalah seksual.
9. Depresi.
Banyak pendapat lain tentang penyebab atau alasan bunuh diri (faktor resiko) yaitu kegagalan untuk beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi karena kehilangan hubungan interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan marah atau bermusuhan, cara untuk mengakhiri keputusasaan dan tangisan minta tolong.

4. Metode bunuh diri.
Pada remaja umumnya over dosis obat, melukai pergelangan tangan pada perempuan sedangkan pada laki – laki menggunakan pisau, senjata dan automobil. Selain itu ada juga yang lompat dari ketinggian atau kereta api.

5. Manifestasi klinik bunuh diri pada remaja.
a. Mood/affek
Depresi yangpersisten, merasa hopelessness, helplessness, isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah, mengharapkan untuk dihukum.
b. Perilaku/behavior.
Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur, sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak untuk minum, menggunakan obat – obatan, berkelahi, lari dari rumah.
c. Sekolah dan hubungan interpersonal.
Menolak untuk ke sekolah, bolos dari sekolah, withdraw sosial teman – temannya, kegiatan – kegiatan sekolah dan hanya interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung sosial yang efektif.
d. Ketrampilan koping.
Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang secara total tidak berdaya.

B. ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN.
a. Data dan data identifikasi.
1. Nama keluarga
2. Alamat dan nomor telepon
3. Komposisi keluarga
4. Tipe bentuk keluarga
5. Latar belakang kebudayaan : Amerika, Jepang, Indonesia : Jawa, Bali, Madura dll.
6. Identifikasi religi
7. Status kelas keluarga
8. Aktifitas-aktifitas rekreasi atau aktifitas waktu luang

b. Tahap perkembangan dan riwayat keluarga
Tahap perkembangan keluarga saat ini : keluarga dengan anak remaja.?
Jangkauan pencapaian tahap perkembangan?
Riwayat keluarga inti :?
riwayat bunuh diri pada anggota keluarga lain sering ditemukan.
Riwayat keluarga orang tua?

c. Data lingkungan
o Karakteristik rumah
o Karakteristik-karakteristik dari lingkungan sekitar rumah dan komunitas yang lebih besar : taat kepada kelompok sosial, individualistis
o Mobilitas geografi keluarga.
o Asosiasi-asosiasi dan transaksi-transaksi keluarga dengan komunitas
o Jaringan dukungan sosial keluarga : kurang mengadakan hubungan interpersonal dengan lingkungan sosialnya, kepatuhan terhadap kelompok sosial (norma sosial), tidak berintegrasi dengan masyarakat karena perbedaan kebudayaan.

d. Struktur keluarga
Pola-pola komunikasi
? Jangkauan komunikasi fungsional dan disfungsional : hubungan interpersonal yang kurang, perasaan tidak dimengerti oleh anggota keluarga lain, masalah dengan orang tua.
Jangkauan dari pesan afektif dan bagaimana diungkapkan.?
? Karekteristik komunikasi dalam sub sistem-sub sistem keluarga : remaja dianggap anak kecil, tidak dipercaya dan cenderung merusak serta pertentangan dengan anggota lain.
Tipe-tipe proses komunikasi disfungsional yang ditemukan dalam keluarga :? komunikasi terbuka kurang.
Bidang-bidang komunikasi tertutup.?
? Variabel-variabel keluarga dan eksternal yang mempengaruhi komunikasi : orang tua dengan kesibukan sendiri sehingga remaja kurang mendapat perhatian dan kesempatan untuk herkomunikasi dengan orang tua.
Struktur kekuasaan
• Hasil-hasil dari kekuasaan : orang tua yang terlalu otoriter menyebabkan remaja mengalami depresi.
• Proses pengambilan keputusan : tidak diberi kesempatan untuk mengambil keputusan tentang dirinya sendiri.
• Dasar-dasar kekuasaan.
• Variabel-variabel yang mempengaruhi kekuasaan : sosial, budaya.
• Seluruh kekuasaan keluarga : ada di tangan orang tua.
Struktur peran
a. Struktur peran formal :
Ayah : kurang berperan sebagai suami dari istri dan anak –anak berperanan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman
Ibu : kurang berperan sebagai istri dan ibu dari anak – anaknya, sebagai pengasuh dan pendidik, serta pelindung bagi anaknya.
Anak :remaja tidak mampu melaksanakan peranan psikososial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental sosial dan spiritual
b. Struktur peran informal
c. Analisis model-model peran.
d. Variabel struktur peran yang mempengaruhi.
Nilai-nilai keluarga
o Bandingkan keluarga dengan orang Amerika/nilai-nilai kelompok referensi keluarga dan atau mengidentifikasi nilai-nilai penting keluarga dan pentingnya (prioritas) dalam keluarga.
o Kongruensi antara nilai-nilai keluarga dan nilai-nilai subsistem keluarga juga kelompok referensi dan atau komunitas yan lebih luas.
o Variabel-variabel yang mempengaruhi nilai-nilai keluarga.Apakah nilai-nilai ini dipegang teguh oleh keluarga secara sadar maupun secara tidak sadar.

e. Fungsi – fungsi keluarga
1. Fungsi afektif
• Kebutuhan-kebutuhan keluarga.
Remaja : depresi yang persisten, sedih, remote, afek yang datar, harapan yang ditolak, merasa putus asa, isolasi, tidak membuat pekerjaan sekolah, senang mendengar atau melihat suara yang sedih dan tidak bahagia.
• Mutual Nurturance, keakraban dan identifikasi.
• Diagram kedekatan dalam keluarga sangat membantu dalam hal ini.
• Perpisahan dan kekerabatan.
2. Fungsi sosialisasi
Remaja : tidak mau pergi ke sekolah, menarik diri dari teman – temannya, kegiatan sekolah, tidak interest terhadap yang menyenangkan di sekolah.
• Praktik-praktik pengasuhan anak dalam keluarga.
• Kemampuan adaptasi praktik-praktik pengasuhan anak untuk bentuk keluarga dan situasi dari keluarga.
• Fungsi perawatan kesehatan
Keyakinan kesehatan, nilai-nilai dan perilaku? keluarga.
Definisi sehat-sakit dari keluarga dan tingkat pengetahuan mereka.?
Status kesehatan yang diketahui keluarga dan kerentanan terhadap sakit.?
Praktik-praktik diit keluarga, adekuasi diit keluarga.?
Fungsi jam makanan dan sikap terhadap makanan dan jam makan.?
Praktik-praktik berbelanja (dan perencanaannya)?
Individu-individu yang bertanggungjawab terhadap perencanaan berbelanja dan menyiapkan makanan.?
? Kebiasaan tidur dan istirahat : gangguan tidur, sulit untuk tidur, atau bisa tidur yang berlebihan tidur sebentar saja yaitu pada sore atau malam hari.
Latihan dan praktik-praktik rekreasi.?
Kebiasaan menggunakan obat-obat keluarga : antidepresan, aspirin, asetaminofen, solvent.?
Peran keluarga dalam praktik-praktik perawatan diri.?
Praktik-praktik lingkungan keluarga. Cara-cara preventif berdasarkan medis(uji fisik,mata,pendengaran dan imunisasi)?
Praktik-praktik kesehatan gigi.?
Riwayat kesehatan keluarga (baik penyakit umum maupun khusus yang berhubungan dengan lingkungan maupun genetika).
? Layanan kesehatan yanng diterima. Perasaan dan persepsi mengenai layanan kesehatan. Layanan perawatan kesehatan darurat. Layanan kesehatan gigi. Sumber pembiayaan medis dan gigi. Logistik perawatan yang diperoleh.

f. Koping keluarga
Stressor-stressor? keluarga jangka panjang dan pendek : keuangan, lingkungan sosial, keterbatasan dalam kemampuan untuk memecahkan masalah, krisis ekonomi, disintegrasi anggota keluarga, masalah kesehatan, penyakit psikiatrik.
? Kemampuan keluarga untk merespon, berdasarkan penilaian obyektif terhadap situasi-situasi yan menimbulkan stress : hopelessness, powerlessness, isolation.
Penggunaan strategi-strategi koping (sekarang/yang lalu).?
• Perbedaan cara koping keluarga : konstruktf atau destruktif
• Strategi-strategi coping internal keluarga : kehilangan batas realita, menarik diri dan mengisolaisikan diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai ketidakberdayaan, dan merupakan takdir.
• Strategi-strategi coping eksternal keluarga : tidak menggunakan support system.

ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan menggunakan tipologi masalah kesehatan,yang terdiri dari 3 kelompok sifat masalah kesehatan (Freeman).
1. Ancaman kesehatan (Health Treats)
Merupakan suatu kondisi atau situasi yang dapat menimbulkan kecelakaan atau tidak mengenal potensi kesehatan,yaitu :
• Besar/jumlah keluarga hubungannya dengan sumber daya keluarga.
• Stress.
• Kebiasaan personal.
• Karakteristik personal.
• Riwayat kesehatan : anggota keluarga yang membunuh diri.
• Peran.
2. Defisit kesehatan
Merupakan suatu keadaan gagal mempertahankan kesehatan termasuk:
• Keadaan sakit yang belum/sudah terdiagnosa.
• Kegagalan tumbuh kembang secara normal.
• Gangguan kepribadian.
3. Krisis
Adalah saat-saat keadaan menuntut terlampau banyak dari individu atau keluarga dalam hal penyesuaian maupun dalam hal sumber daya mereka,meliputi :
• Perkawinan.
• Kehamilan, persalinan, masa nifas.
• Menjadi orang tua.

DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA

1. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah bunuh diri pada remaja berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai tanda dan gejala dini perilaku bunuh diri
2. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan untuk melakukan tindakan terhadap masalah percobaan bunuh diri pada remaja berhubungan dengan tidak mengerti mengani sifat, berat dan luasnya masalah bunuh diri.
3. Ketidakmampuan keluarga memberikan perawatan pada anggota keluarga dengan perilaku bunuh diri berhubungan dengan adanya konflik anggota keluarga, perbedaan sikap/pandangan hidup, perilaku mementingkan diri sendiri, tidak mengetahui pertumbuhan dan perkembangan anak.
4. Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan untuk menghindari terjadinya bunuh diri berhubungan dengan krisis ekonomi, ketidak mampuan memecahkan masalah, konflik personal/psikologis, sikap atau pandangan hidup, ketidakkompakan keluarga.
5. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan untuk mengatasi masalah bunuh diri sehubungan dengan kurang percaya terhadap petugas kesehatan dan fasilitas kesehatan, pengalaman yang kurang baik dari petugas kesehatan, tidak terjangkaunya fasilitas yang diperlukan, tidak ada atau kurangnya sumber daya keluarga.

DAFTAR PUSTAKA.

1. Maglaya dan Bailon, 1997, “Perawatan Kesehatan Keluarga ; Suatu Proses”, Pusdiknakes Depkes RI, Jakarta.
2. Maramis, W.F, 1994, “Ilmu Kedokteran Jiwa”, Airlangga University Press, Surabaya
3. Wong L. Donna, 1993, “Essentials of Pediatric Nursing”, 4th, Mosby Year Book, Toronto.
4. Effendy, Nasrul, Drs., 1995 “Perawatan Kesehatan Masyarakat”, EGC, Jakarta.
5. Keliat, A.B, 1991, “Tingkah Laku Bunuh DirĂ­, Arcan, Jakarta.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL

http://muharakperpidie.webs.com/

Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 )






Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998)
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Perilaku menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain. (Rawlins, 1993, dikutip Budi Anna Keliat).

RENTANG RESPONS SOSIAL



Gangguan hubungan sosial terdiri atas :

Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik diri, kurangnya kontak mata. Ketidak sesuaian atau ketidakmatangan minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia. Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C. Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).

Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif, dengan karakteristik :
Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial. Menyatakan secara verbal atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau membagi cerita. Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal. Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).
FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor predisposisi terjadinya perilaku menarik diri adalah kegagalan perkembangan yang dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri, tidak percaya orang lain, ragu takut salah, putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan meresa tertekan.
Sedangkan faktor presipitasi dari faktor sosio-cultural karena menurunnya stabilitas keluarga dan berpisah karena meninggal dan fakto psikologis seperti berpisah dengan orang yang terdekat atau kegagalan orang lain untuk bergantung, merasa tidak berarti dalam keluarga sehingga menyebabkan klien berespons menghindar dengan menarik diri dari lingkungan (Stuart and Sundeen, 1995).
TANDA DAN GEJALA
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak tahu”.
Data Objektif :
Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
  • Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
  • Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari orang lain, misalnya pada saat makan.
  • Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien lain / perawat.
  • Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
  • Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
  • Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
  • Tidak melakukan kegiatan sehari-hari. Artinya perawatan diri dan kegiatan rumah tangga sehari-hari tidak dilakukan.
  • Posisi janin pada saat tidur.
KARAKTERISTIK PERILAKU
• Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
• Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
• Kemunduran secara fisik.
• Tidur berlebihan.
• Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
• Banyak tidur siang.
• Kurang bergairah.
• Tidak memperdulikan lingkungan.
• Kegiatan menurun.
• Immobilisasai.
• Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
• Keinginan seksual menurun.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN ISOLASI SOSIAL
I. Deskripsi
Tanggapan atau deskripsi tentang isolasi yaitu suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (towsend, 1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
II. Pengkajian
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
  1. Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal
MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
  1. Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari , dependen
  1. Faktor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan / frustasi berulang , tekanan dari kelompok sebaya; perubahan struktur sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
  1. d.         Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami oleh klien.
  1. e.         Aspek Psikososial
    1. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
    2. Konsep diri
a)      citra tubuh :
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi.
Menolak penjelasan perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh .
Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.
b)      Identitas diri
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan .
c)      Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
d)      Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e)      Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
  1. Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social
dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam
masyarakat.
  1. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
  2. f.        Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat        memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan            dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam    hidup.
  1. g.       Kebutuhan persiapan pulang.
1)                    Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
2)                   Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,   membersikan dan merapikan pakaian.
3)                    Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
4)                    Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan
diluar rumah
5)                    Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.
  1. h.       Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri)
  1. i.        Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,           Psikomotor, therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah identifikasi atau penilaian pola respons baik aktual maupun potensial (Stuart and Sundeen, 1995)
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari pengkajian adalah sebagai berikut :
  1. Isolasi sosial : menarik diri
  2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
  3. Resiko perubahan sensori persepsi
  4. Koping individu yang efektif sampai dengan ketergantungan pada orang lain
  5. Gangguan komunikasi verbal, kurang komunikasi verbal.
  6. Intoleransi aktifitas.
  7. Kekerasan resiko tinggi.
IV. Pohon Masalah
Diagnosa Keperawatan
  1. Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
  2. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
  3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan tidak efektifnya koping individu : koping defensif.
Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa : Resiko perubahan sensori persepsi berhubungan dengan menarik diri.
Tujuan umum :
Tidak terjadi perubahan sensori persepsi.
Tujuan khusus : klien dapat
  1. Membina hubungan saling percaya.
  2. Menyebutkan penyebab menarik diri.
  3. Menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
  4. Melakukan hubungan sosial secara bertahap, klien – perawat, klien – kelompok, klien – keluarga.
  1. Mengungkapkan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.
  1. Memberdayakan sistem pendukung.
  2. Menggunakan obat dengan tepat dan benar.
Tindakan keperawatan :
1.1       Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas pada setiap pertemuan (topik yang akan dibicarakan, tempat berbicara, waktu bicara).
1.2       Berikan perhatian dan penghargaan : temani klien waktu tidak menjawab, katakan “saya akan duduk disamping anda, jika ingin mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan”. Jika klien menatap wajah perawat katakan “ada yang ingin anda katakan?”.
1.3       Dengarkan klien dengan empati : berikan kesempatan bicara (jangan di buru-buru), tunjukkan perawat mengikuti pembicaraan klien.
2.1.      Bicara dengan klien penyebab tidak mau bergaul dengan orang lain.
2.2       Diskusikan akibat yang dirasakan dari menarik diri.
3.1.      Diskusikan keuntungan bergaul dengan orang lain.
3.1       Bantu klien mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki klien untuk bergaul.
4.1       Lakukan interaksi sering dan singkat dengan klien (jika mungkin perawat yang sama).
4.2       Motivasi / temani klien untuk berinteraksi / berkenalan dengan klien / perawat lain. beri contoh cara berkenalan.
4.3       Tingkatkan interaksi klien secara bertahap (satu klien, dua klien, satu perawat, dua perawat, dan seterusnya).
4.4       Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok, sosialisasi.
4.5       Bantu klien melakukan aktivitas hidup sehari-hari dengan interaksi.
4.6       Fasilitas hubungan klien dengan keluarga secara terapeutik.
5.1       Diskusikan dengan klien setiap selesai interaksi/kegiatan.
5.2       Beri pujian akan keberhasilan klien.
Evaluasi
Kriteria evaluasi :
1.1       Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
2.1       Klien dapat dapat menyebutkan penyebab menarik diri berasal dari diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
3.1       Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian dalam berhubungan dengan orang lain.
4.1       Klien dapat mendemonstrasikan hubungan sosial secara bertahap : K – P, K – P – K, K – P – Kel, K – P – Kelompok.
5.1       Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain untuk diri sendiri dan orang lain.
6.1       Keluarga dapat berpartisipasi dalam merawat klien menarik diri.
Daftar Pustaka
Townsend M. C,  (1998). Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk Pembuatan Rencana Keperawatan , Jakarta : EGC.
Anna Budi Keliat, SKp. (2000). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sosial Menarik Diri, Jakarta ; Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia..
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
Stuart and Sundeen, ”Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa”, alih bahasa Hapid AYS, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
———–, (1998). Buku Standar Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Penerapan Asuhan Keperawatan pada Kasus di Rumah Sakit Ketergantungan Obat. Direktorat Kesehatan Jiwa Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Dep-Kes RI, Jakarta.

http://muharakperpemdamaterikuliah.blogspot.com


http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com
 

(di akses 13 Mei 2009)

Askep Jiwa : Gangguan Konsep Diri; Harga Diri Rendah

LAPORAN PENDAHULUAN II
http://kumpulanaskepmuhar.blogspot.com

http://muharakperpidie.webs.com/
I. Kasus ( Masalah Utama )
Gangguan konsep diri; harga diri rendah
II. Proses Terjadinya Masalah
A. Core Problem
1. Definisi
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat B.A , 1992 )
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak langsung di ekspresikan.
2. Tanda dan gejala
a. Perasaan negatif terhadap diri sendiri
b. Hilang kepercayaan diri
c. Merasa gagal mencapai keingginan
d. Menyatakan diri tidak berharga, tidak berguna dan tidak mampu
e. Mengeluh tidak mampu melakukan peran dan fungsi sebagai mana mestinya
f. Menarik diri dari kehidupan sosial
g. Banyak diam dan sulit berkomunikasi

B. Penyebab
Koping individu tidak efektif
Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif, koping merupakan respon pertahanan individu terhadap suatu masalah. Jika koping itu tidak efektif maka individu tidak bisa mencapai harga dirinya dalam mencapai suatu perilaku.


C. Akibat
Menarik diri
Mekanisme terjadinya masalah :
Harga diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya, individu dengan harga diri rendah akan merasa tidak mampu , tidak berdaya, pesimis dapat menghadapi kehidupan, dan tidak percaya pada diri sendiri. Untuk menutup rasa tidak mampu individu akan banyak diam, menyendiri, tidak berkomunikasi dan menarik diri dari kehidupan sosial.

III. A. Pohon Masalah
Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Koping individu tidak efektif

B. Masalah Keperawatan dan Data Yang Perlu di Kaji
1. Isolasi sosial : menarik diri
Data yang perlu dikaji
a. Lebih banyak diam
b. Lebih suka menyendiri/ hubungan interpersonal kurang
c. Personal hygiene kurang
d. Merasa tidak nyaman diantara orang
e. Tidak cukupnya ketrampilan sosial
f. Berkurangnya frekwensi, jumlah dan spontanitas dalam berkomunikasi
2. Gangguan konsep diri harga diri rendah
Data yang perlu dikaji
a. Perasaan rendah diri
b. Pikiran mengarah
c. Mengkritik diri sendiri
d. Kurang terlibat dalam hubungan sosial
e. Meremehkan kekuatan/ kemampuan diri
f. Menyalahkan diri sendiri
g. Perasaan putus asa dan tidak berdaya.
3. Koping individu tidak efektif
a. Masalah yang di hadapi pasien (sumber koping)
b. Strategi dalam menghadapi masalah
c. Status emosi pasien

IV. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan interaksi sosial ; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
2. Harga diri rendah berhubungan dengan koping individu tidak efektif.

V. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa 2 : Gangguan interaksi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
TUM : Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara optimal.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2 : Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki.
a. Kriteria hasil :
2.1. Klien mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
- kemampuan yang dimiliki
- aspek positif keluarga
- aspek positif lingkungan yang di miliki klien.
b. Intervensi
2.1.1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien.
2.1.2. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif.
2.1.3. Utamakan memberi pujian yang realistik.
TUK 3 : Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
a. Kriteria evaluasi
3.1. Klien menilai kemampuan yang dapat digunakan.
b. Intervensi
3.1.1. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
3.1.2. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
TUK 4 : Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Kriteria evaluasi
4.1. Klien membuat rencana kegiatan harian.
b. Intervensi
4.1.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- kegiatan mandiri
- kegiatan dengan bantuan sebagian
- kegiatan yang membutuhkan bantuan total.
4.1.2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
4.1.3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan.
TUK 5 : Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
a. Kriteria evaluasi
5.1. Klien melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
b. Intervensi
5.1.1. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
5.1.2. Beri pujian atas keberhasilan klien.
5.1.3. Diskusikan kemungkinan, pelaksanaan di rumah.
TUK 6 : Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada :
a. Kriteria evaluasi
6.1. Klien memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga.
b. Intervensi
6.1.1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
6.1.2. Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
6.1.3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.



STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN I

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam sulit berkomunikasi dengan teman-temannya, pandangan mata kosong.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
2. klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.
4. Tindakan Keperawatan
1. Bina hubungan saling percaya
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b. Perkenalkan diri dengan sopan
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
d. Jelaskan tujuan pertemuan
e. Jujur dan menepati janji
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g. Beri peerhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
a. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b. Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negatif
c. Utamakan memberikan pujian yang realistis

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam tarapeutik
"Selamat pagi mbak, perkenalkan nama saya Sri Sundari, saya biasa dipanggil Ndari, nama mbak siapa ? dan panggilan apa yang mbak sukai ? Baiklah mbak, di sini saya akan menemani mbak, saya akan duduk di samping mbak, jika mbak akan mengatakan sesuatu saya siap mendengarkan."
b. Evaluasi/ validasi
"Bagaimana perasaan mbak hari ini, saya ingin sekali ingin membantu menyelesaikan masalah mbak dan saya harap mbak mau bekerja sama dengan saya, kalau boleh saya tahu apa yang terjaadi di rumah sehingga mbak sampai dibawa kemari ?"
c. Kontrak
"Mbak bagaimana kalau hari ini kita bincang-bincang tentang kemampuan yang mbak miliki, di mana kita ngobrol mbak ? berapa lama ? baiklah bagaimana kalau kta nanti ngobrol di taman selama + 15 menit.
3. Fase Kerja
"Nah, coba mbak cari kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sebelum sakit. Baik, apalagi mbak ?"
"Bagus sekali ternyata mbak memiliki kemampuan yang banyak sekali."
4. Fase Terminasi
a. Evaluasi
"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 15 menit tadi ?"
"Bisa mbak ulangi lagi apa yang telah kita bicarakan tadi ?"
b. Rencana tindak lanjut
"Setelah ini kita akan berbicara mengenai kemampuan yang masih bisa mbak gunakan selama sakit."
c. Kontrak
"Baiklah mbak, waktu kita sudah habis bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?"
"Baiklah mbak bagaimana kalau kita bertemu lagi jam 11 selama + 20 menit."

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN II

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
Klien lebih suka menyendiri, banyak diam, kurang berkomunikasi dengan teman-temannya.
2. Diagnosa Keperawatan
Gangguan interaksi sosial menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
3. Tujuan Khusus
Tuk 3 : klien dapat menilai kemampuan yang digunakan.
Tuk 4 : klien dapat ( menetapkan ) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
Tuk 5 : klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya.
4. Tindakan Keperawatan
1. Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a. Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit.
b. Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya
2. Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
a. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan.
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c. Beri contoh pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan .
3. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan kemampuannya
a. Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah direncanakan.
b. Beri pujian atas keberhasilan klien
c. Diskusikan tentang kemungkinan melaksanakan di rumah

B. Strategi Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
1. Fase Orientasi
a. Salam terapeutik
"Selamat pagi mbak, mbak masih ingat dengan saya. Coba sebutkan nama saya, bagus ternyata mbak masih ingat."
b. Evaluasi/ validasi
"Mbak kelihatan cantik dan segar hari ini, bagaimana perasaan mbak hari ini ?"
c. Kontrak
"Kemarin kita sudah berbicaara mengenai kemampuan yang mbak miliki selama sebelum sakit, nah sekarang sesuai dengan janji kita, bagaimana kalau kita mulai pembicaraan kita mengenai kemampuan yang bisa mbak lakukan selama sakit atau di rumah sakit ini, di mana kita bicara nanti mbak ? Bagaimana kalau kita bicara di ruang tamu + 30 menit.
2. Fase Kerja
"Sekarang coba mbak ssebutkan kegiatan yang bisa mbak lakukan selama sakit."
"Baik, apalagi mbak ?"
"Mbak punya hobi apa ? memasak atau mungkin membuat ketrampilan ?"
"Nah… ya itu tadi bisa mbak lakukan di rumah sakit ini, di sini tersedia fasilitas untuk mbak bisa menggali kemampuan mbak ."
"Masih banyak kegiatan yang bisa mbak lakukan di sini sesuai dengan bakat dan kemampuan mbak."
3. Fase Terminasi
a. Evaluasi
"Apa yang mbak rasakan setelah kita bincang-bincang selama 30 menit tadi ?"
"Bisa mbak ulangi lagi apa yang elah kita bicarakan tadi ?"
b. Rencana tindak lanjut
"Mulai saat ini coba mbak lakukan sedikit demi sedikit apa yang telah kita bicarakan tadi."
c. Kontrak
"Baiklah mbak, waktu kita sudah habis, bagaimana kalau kita cukupkan sampai di sini, kira-kira jam berapa kita bertemu lagi ? tempatnya di mana ?"

Keperawatan Jiwa (Muhar Al-Mahir Pidie)


Halusinasi adalah gangguan pencerapan (persepsi) pasca indera tanpa adanyarangsangan dari luar yang dapat meliputi semua system penginderaan di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh / baik.


Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah sakit jiwa ditemukan 85% pasien dengan kasus halusinasi. Sehingga penulis merasa tertarik untuk menulis kasus tersebut dengan pemberian Asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.


B. Klasifikasi

Klasifikasi halusinasi sebagai berikut :

  1. Halusinasi dengar (akustik, auditorik), pasien itu mendengar suara yang membicarakan, mengejek, menertawakan, atau mengancam padahal tidak ada suara di sekitarnya.
  2. Halusinasi lihat (visual), pasien itu melihat pemandangan orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada.
  3. Halusinasi bau / hirup (olfaktori). Halusinasi ini jarang di dapatkan. Pasien yang mengalami mengatakan mencium bau-bauan seperti bau bunga, bau kemenyan, bau mayat, yang tidak ada sumbernya.
  4. Halusinasi kecap (gustatorik). Biasanya terjadi bersamaan dengan halusinasi bau / hirup. Pasien itu merasa (mengecap) suatu rasa di mulutnya.
  5. Halusinasi singgungan (taktil, kinaestatik). Individu yang bersangkutan merasa ada seseorang yang meraba atau memukul. Bila rabaab ini merupakan rangsangan seksual halusinasi ini disebut halusinasi heptik.

C. Etiologi

Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya. Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi, perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya permasalahan pada pembicaraan. Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis , psikologis , sosial budaya,dan stressor pencetusnya adalah stress lingkungan , biologis , pemicu masalah sumber-sumber koping dan mekanisme koping.



D. Psikopatologi

Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa dilepaskan dalam bentuk halusinasi.

Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.


E. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering di dapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau bicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang di alaminya (apa yang di lihat, di dengar atau di rasakan).



F. Penatalaksanaan


Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :

  1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
    Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di lakukan.
    Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan permainan.
  2. Melaksanakan program terapi dokter
    Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
  3. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang ada
    Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat dengan pasien.
  4. Memberi aktivitas pada pasien
    Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
  5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
    Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak bertentangan.

Download Askep halusinasi di sini dan di sini